Minggu, 19 Februari 2012

Kisah Nabi Muhammad S.A.W Menjelang Ajal

Pagi itu, Rasulullah dengan suara
terbata memberikan petuah,
"Wahai umatku, kita semua ada
dalam kekuasaan Allah dan cinta
kasih-Nya. Maka taati dan
bertakwalah kepada-Nya.
Kuwariskan dua hal pada kalian,
sunnah dan Al Qur'an. Barang
siapa mencintai sunnahku, berati
mencintai aku dan kelak orang-
orang yang mencintaiku, akan
bersama-sama masuk surga
bersama aku."

Khutbah singkat itu diakhiri
dengan pandangan mata
Rasulullah yang teduh menatap
sahabatnya satu persatu. Abu
Bakar menatap mata itu dengan
berkaca-kaca, Umar dadanya naik
turun menahan napas dan
tangisnya. Ustman menghela
napas panjang dan Ali
menundukkan kepalanya dalam-
dalam. Isyarat itu telah datang,
saatnya sudah tiba.

"Rasulullah akan meninggalkan
kita semua," desah hati semua
sahabat kala nitu. Manusia
tercinta itu, hampir usai
menunaikan tugasnya di dunia.
Tanda-tanda itu semakin kuat,
tatkala Ali dan Fadhal dengan
sigap menangkap Rasulullah yang
limbung saat turun dari mimbar.

Saat itu, seluruh sahabat yang
hadir di sana pasti akan menahan
detik-detik berlalu, kalau bisa.
Matahari kian tinggi, tapi pintu
Rasulullah masih tertutup. Sedang
di dalamnya, Rasulullah sedang
terbaring lemah dengan
keningnya yang berkeringat dan
membasahi pelepah kurma yang
menjadi alas tidurnya.

Tiba-tiba dari luar pintu terdengar
seorang yang berseru
mengucapkan salam. "Bolehkah
saya masuk?" tanyanya. Tapi
Fatimah tidak mengizinkannya
masuk, "Maafkanlah, ayahku
sedang demam," kata Fatimah
yang membalikkan badan dan
menutup pintu.

Kemudian ia kembali menemani
ayahnya yang ternyata sudah
membuka mata dan bertanya
pada Fatimah, "Siapakah itu
wahai anakku?"."Tak tahulah
ayahku, orang sepertinya baru
sekali ini aku melihatnya,"tutur
Fatimah lembut. Lalu, Rasulullah
menatap puterinya itu dengan
pandangan yang menggetarkan.
Seolah-olah bahagian demi
bahagian wajah anaknya itu
hendak dikenang.

"Ketahuilah, dialah yang
menghapuskan kenikmatan
sementara, dialah yang
memisahkan pertemuan di dunia.
Dialah malaikatul maut," kata
Rasulullah, Fatimah pun menahan
ledakan tangisnya.

Malaikat maut datang
menghampiri, tapi Rasulullah
menanyakan kenapa Jibril tidak
ikut bersama menyertainya.
Kemudian dipanggillah Jibril yang
sebelumnya sudah bersiap di atas
langit dunia menyambut ruh
kekasih Allah dan penghulu dunia
ini. " Jibril, jelaskan apa hakku
nanti di hadapan Allah?" Tanya
Rasululllah dengan suara yang
amat lemah. "Pintu-pintu langit
telah terbuka, para malaikat telah
menanti rohmu. Semua surga
terbuka lebar menanti
kedatanganmu," kata Jibril. Tapi
itu ternyata tidak membuatkan
Rasulullah lega, matanya masih
penuh kecemasan.
"Engkau tidak senang mendengar
khabar ini?" Tanya Jibril lagi.
"Khabarkan
kepadaku bagaimana nasib
umatku kelak?" "Jangan khawatir,
wahai Rasul Allah, aku pernah
mendengar Allah berfirman
kepadaku: Kuharamkan surga
bagi siapa saja, kecuali umat
Muhammad telah berada di
dalamnya," kata Jibril. Detik-detik
semakin dekat, saatnya Izrail
melakukan tugas. Perlahan ruh
Rasulullah ditarik. Nampak
seluruh tubuh Rasulullah
bersimbah peluh, urat-urat
lehernya menegang."Jibril, betapa
sakit sakaratul maut ini."

Perlahan Rasulullah mengaduh.
Fatimah terpejam, Ali yang di
sampingnya menunduk semakin
dalam dan Jibril memalingkan
muka. "Jijikkah kau melihatku,
hingga kau palingkan wajahmu
Jibril?" Tanya Rasulullah pada
Malaikat pengantar wahyu itu.
"Siapakah yang sanggup, melihat
kekasih Allah direnggut ajal," kata
Jibril. Sebentar kemudian
terdengar Rasulullah mengaduh,
karena sakit yang tidak
tertahankan lagi. "Ya Allah,
dahsyat nian maut ini, timpakan
saja semua siksa maut ini
kepadaku, jangan pada umatku.
"Badan Rasulullah mulai dingin,
kaki dan
dadanya sudah tidak bergerak
lagi.

Bibirnya bergetar seakan hendak
membisikkan sesuatu, Ali
mendekatkan
telinganya."Uushiikum bis-
shalaati, wamaa malakat
aimaanukum - peliharalah shalat
dan peliharalah orang-orang
lemah di antaramu." Di luar,
pintu tangis mulai terdengar
bersahutan, sahabat saling
berpelukan. Fatimah menutupkan
tangan di wajahnya, dan Ali
kembali mendekatkan telinganya
ke bibir Rasulullah yang mulai
kebiruan. "Ummatii, ummatii,
ummatiii!" - "Umatku, umatku,
umatku" Dan, berakhirlah hidup
manusia mulia yang memberi
sinaran itu. Kini, mampukah kita
mencintai sepertinya?
Allaahumma sholli 'alaa
Muhammad wa'alaihi wasahbihi
wasallim. Betapa cintanya
Rasulullah kepada kita.

Tak Usah gelisah apabila dibenci
manusia kerana masih banyak
yang menyayangimu di dunia, tapi
gelisahlah apabila dibenci Allah
kerana tiada lagi yang
mengasihmu di akhirat kelak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar